Senin, 10 Januari 2011

Antara MBR dan Rusunami

Urbanisasi merupakan arus perpindahan penduduk yang tidak dapat dihindari lagi pada masa sekarang ini. Tidak sedikit dari kaum urban ini yang datang ke kota tanpa membawa skill apapun. Mereka beranggapan datang ke kota dan pekerjaan pun akan dengan mudah di dapatkan. Seperti kota – kota besar lain di Indonesia, Surabaya juga merupakan salah satu tujuan kaum urban ini. Meningkatnya jumlah penduduk yang berada di Surabaya seiring juga dengan meningkatnya kaum MBR yang ada di Surabaya. Tidak ada jumlah pasti berapa MBR yang ada di Surabaya karena setiap tahun jumlah ini akan semakin bertambah. Kenaikan ini pun berdampak pada penyediaan perumahan bagi masyarakat. Masyarakat berpenghasilan rendah serta masyarakat yang masih berada di garis kemiskinan pun tetap saja memerlukan tempat tinggal. Karena penghasilan yang mereka peroleh tidak mencukupi kebutuhan untuk memperoleh tempat tinggal yang layak akhirnya mereka pun lebih memilih tinggal di tempat yang tidak diperuntukkan untuk dapat ditinggali. Misalnya di stren kali, kolong jembatan ataupun daerah sekitar rel kereta api. Dapat kita lihat beberapa waktu yang lalu, stren kali Jagir pun penuh oleh penduduk yang illegal tinggal disana. Begitu juga dengan di sepanjang rel kereta api di Surabaya yang masih kita lihat keberadaan penduduk yang masih tinggal di tempat – tempat tersebut. Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang telah membangun beberapa rumah susun milik sendiri (rusunami) ataupun perumahan rakyat bagi kaum MBR ini. Akan tetapi kendala lain pun muncul terkait dengan penyedian tempat tinggal ini. Salah satu kendala yang muncul adalah terkendala dalam hal pembiayaan. Pembiayaan ini muncul dari 2 hal. Pertama dalam hal pembiayaan dari pembangunan rusunami dan perumahan rakyat. Karena tingginya harga lahan menyebabkan Pemkot kekurangan dana dalam pembangunan rusunami. Kedua berasal dari pembiayaan oleh masyarakat berpenghasilan rendah itu sendiri. Dua hal tersebut merupakan permasalahan pokok dari pembangunan tempat tinggal bagi masyarakat berpenghasilan rendah tersebut. Ada dua alternatif bagi permasalahan pembiayaan diatas. Alternatif untuk permasalahan pembiayaan dari pembangunan rusunami tersebut adalah Pemkot Surabaya dapat melanjutkan kembali program 136 bagi pengembang perumahan. Selama ini pengembang hanya menerapkan pembangunan satu rumah mewah saja tetapi untuk 6 rumah susun tidak pernah disentuh sama sekali. Untuk itu Pemkot harus lebih tegas dalam realisasi program ini. Sistem build operate transferred ini dapat menguntungkan Pemkot. Karena kebutuhan rusunami pun akan segera terpenuhi dan terbantu oleh adanya pihak swasta ini. Alternatif bagi MBR yang terkendala permasalahan dana, dapat diterapkan kembali program Tabungan Perumahan Rakyat (Taperum). Dengan Taperum ini MBR dapat menabung sekaligus mencicil perumahan rakyat yang dia inginkan. Memang kedua alternative tersebut masih memerlukan kajian lebih mendalam lagi. Untuk itu peran dan partisipasi masyarakat, pemerintah dan swasta dalam mendukung pembiayaan pembangunan bagi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah ini pun juga sangat diperlukan.

1 komentar:

  1. Udah denger kabar naiknya retribusi rusun yg digagas pemerintah???
    Pendapat tantri gmana, mngingat rusun diarahkan untuk MBR?

    BalasHapus